Saatnya Menyelamatkan Nyawa dengan Helm
Lagi-lagi soal safety riding di Indonesia, namun yang satu ini levelnya lebih tinggi karena yang punya hajat adalah Global Road Safety Partnership (GRSP) sebuah lembaga yang concern dengan masalah road safety di bawah naungan badan dunia PBB, WHO. Fokusnya pun ke masalah helm.Ya, tanggal 5-6 November lalu di Four Seasons Hotel, digelar workshop dengan tajuk GRSP-MOT Helmet Action Plan Workshop bekerjasama dengan Departemen Perhubungan. Pesertanya pun beraneka ragam latar belakang dari mulai Departemen Keuangan, Akademisi, Sekretariat Negera, ATPM hingga komunitas bikers. Sedangkan pembicaranya terbilang kawakan di antaranya, Robert Klein (Direktur Regional Program Asia , GRSP International), Prof Ir Dr Radin Umar (Dirjen Malaysia Institute of Road Safety Research), Ray Shuey,SSS (Polisi Senior Australia) dengan moderator bro Giri Suseno, ketua GRSP Indonesia. Satu hal yang unik dan menurut saya sebuah terobosan baru Giri Suseno adalah ditiadakannya MC untuk memandu keseluruhan acara. Meski sudah berumur, Giri Suseno masih gesit dengan suara lantang untuk menjadi moderator seluruh acara. Sayangnya, acara yang sangat penting ini hanya cukup dibuka seorang menteri. Kecelakaan di jalan raya, jumlahnya lebih besar ketimbang korban perang
Banyak hal yang menjadi pembahasan di acara ini. tentu saja
Tampaknya panitia ingin menunjukan bahwa pengetahuan soal road safety harus dimulai sejak dini, karena itu sebagai pembuka operet anak-anak yang menceritakan masalah lalu lintas khususnya penggunaan helm dengan sosok Zeta, sebagai pemandunya, mengawali rangkaian acara ini. Saya jujur sempat menitikkan air mata ketika para bocah tersebut membawakan ceritanya. Rasanya, mereka yang tidak berdosa namun terkena dampak dari kesemrawutan di jalan itu.
Sesuai dengan judulnya, helm menjadi topik utama. Kepala Lab Transp UI, Ibu Ir Ellen Tangkudung memaparkan hasil penelitiannya di tiga kota yakni Jakarta, Depok dan Sragen, di mana secara umum (90% lebih) pengguna sepeda motor di Indonesia sudah mengenakan helm.Namun sedikit sekali pembonceng yang memakainya. Kemudian, dari hasil penelitian juga terungkap apa yang menjadi alasan mereka mengenakan helm mulai dari anjuran keluarga, pelindung rambut, ikut-ikutan, supaya tidak ditilang dan keselamatan. Ternyata keselamatan menjadi alasan mereka. Sedangkan alasan tidak menggunakan helm dengan prosentasi di atas 50% adalah karena jaraknya dekat, selain susah dan ribet, ukuran, merusak rambut,tidak wajib dan tidak ada polisi. Selain itu masih ada criteria dalam memilih helm yakni yang memperhatikan kualitas sebanyak 37%, kemudian harga 29%, model 19%, sisanya pengaruh warna, merek dan kenyamanan.
Ya, alasan jarak dekat seringkali melupakan kita untuk mengenakan helm. Misalnya beli rokok di warung atau saat membawa galon air minum. Padahal justru gara-gara sepele inilah yang di luar dugaan kita menjadi sumber kecelakaan. Yang sangat menarik, negeri yang kerapkali kita kontra dengan kebijakannya, Malaysia, justru menjadi contoh keberhasilan dalam menangani malasah kecelakaan di jalan raya. Selain mereka memiki program pengumpulan dana road safety dengan menyisihkan 4RM dari setiap penjualan barang baru, Malaysia pun mempunyai konsep penataan masalah jalan raya dengan pola yang terstruktur mulai dari pengendara, asuransi, regulasi dan kordinasi antarinstansi. Ambil contoh penerapan lajur khusus sepeda motor.
Masalah intinya tentu saja mengenai helm yang dikupas oleh Sujaswin FHS, Ketua Lembaga Sertifikasi Produk B4T mengenai sertifikasi helm, kemudian proses pengujian helm oleh Adi Prabowo, Kepala Lab. Barang Teknik B4T dan desain helm oleh Thomas Lim, GM Manufactur Operation DMI. Secara umum, helm terbagi atas tiga jenis yakni open face, half face ( cetok) dan full face Dari pemaparan tersebut terungkap bahwa kita sudah memiliki standarisasi helm yang tertuang dalam SNI 1811-2007 yang berlaku sejak Oktober lalu namun pemberlakukannya pun amsih bersifat sukarela. Telat memang, di mana sudah puluhan ribu orang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor di jalan baru kita menerapkan masalah helm. Soal ini pun wakil dari Dirlantas Mabes Polri yang diwakili oleh Bapak Loekito sempat menyindirnya di mana mereka tidak memiliki panduan yang baku dalam hal penegakan hukum mengenai helm antara SII dan SNI serta instansi mana yang berhak mengeluarkannya, Departemen Perindustrian atau Departemen Perhubungan. Dari hasil penelitian SNI tersebut masih memiliki kekurangan yakni perlu adanya penyesuaian dengan kondisi Indonesia serta melihat kemampuan daya beli masyarakat. Dalam kaitannya, perlu pengawasan mengenai implementasi SNI tersebut serta kajian riset tentang perilaku sosial dan tingkat ekonomi masyarakat.
Presentasi diakhiri oleh Sena Indrapermana Soerono, Ahli pengembangan transportasi dan edukasi publik yang menyoroti tentang disiplin pengguna jalan, pendidikan berlalu lintas, tingkat kelaikan armada, rambu dan fasilitas keselamatan di jalan serta payung hukum.
Dari hasil diskusi enam kelompok yang mengkaji berbagai masalah di antaranya edukasi publik, peraturan dan penegakan hukum, pengembangan standar helm, keterlibatan masyarakat melalui pemerinrah daerah dan keterlibatan masyarakat melalui sektor swasta, dirumuskan beberapa poin penting. Misalnya naungan event yang berhubungan dengan safety riding akan dipayungi oleh GRSP, kemudian perlu dibentuknya organisasi secara nasional dan memiliki cabang di daerah, penempelan sticker glow in the dark di helm, pendidikan sejak dini mulai dari Play Group, TK, SD hingga dibuat kurikulum dan pengaktifan kembali patroli keamanan sekolah, dibentuknya badan khusus yang menangani masalah transportasi, pemberian helm oleh ATPM sebanyak dua buah, aturan penggunaan helm untuk anak-anak, serta partisipasi dari sektor swasta.
Kemudian pada sesi diskusi hari kedua dibahas mengenai sumber dana yang , management dan kordinasi, capacity building melalui pendidikan, trauma management dan pengawasan, sekolah/pelatihan driving license. Sumber dana antara lain bisa digali dari sektor swasta yang bersinggungan langsung dengan kendaraan, seperti produsen spare parts, oil company, kemudian mencontoh di Thailand yang menyisihkan dananya dari penjualan nomor canik, perpanjangan STNK . Kemudian menyoroti soal management koordinasi dilakukan melalui riset helm dari sisi teknik dan biaya dengan koordinasi oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Perhubungan, Departmen Kesehatan dan Departemen Keuangan. Hal ini meliputi pengkategorian utilitas helm seperti untuk penggunaan dalam kota dan luar kota, kualitas helm , penentuan SNI wajib dan peraturan menteri tentang pengesahannya. Dari sisi publikasi melibatkan Departemen Komunikasi dan Informasi serta edukasi oleh Departmen Pendidikan Nasional. Sedangkan penerapan hukumnya di bawah pengawasan Polri dan Departmen Perhubungan. Kemudian untuk capacity building butuh dorongan pemerintah dalam hal ini mulai dari presiden dan menteri dalam mensosialisasikan pemakaian helm ini. Satu hal yang mengemuka adalah wacana peran swasta dalam pemberian driving license disertai dengan program pelatihan berkendara yang komprehensif. Yang lainnya adalah dibutuhkannya pengetahuan mengenai pertolongan ketika terjadi kecelakaan dan informasi akurat mengenai nomor telelpon penting yang bisa dihubungi saat darurat.
Seperti apa kelanjutan dari action plan ini? Kita lihat saja hasil rumusan ini nantinya akan diserahkan kepada pemerintah. Saya pribadi menyarankan proyek ini dapat diterapkan secara menyeluruh pada saat angkutan lebaran nanti, tentunya setelah melewati fase sosialisasi yang diharapkan bisa secepatnya terealisasi hingga kampanye safety riding khususnya penggunaan helm yang benar dapat segera diterapkan. Terlalu lama? mungkin saja, hal ini masalah waktu saja dan tergantung kebijakan pemerintah dalam merespons kesemrawutan di jalan raya ini.
Yang penting safety riding harus tertanam dari diri kita sendiri dan menganggapnya sebagai investasi hidup.
Ride Safely, Enjoy Ride!
1 komentar:
ye....
baguss... lho blog na..
kasih komentar ke aq yaw.......
Posting Komentar