Sabtu, 15 Desember 2007

Mengapa Malaysia Maju?































Masih seputar penyelenggaraan AIME – Asian Championship of Custom Bike Building di KLCC, Malaysia, 18-21 Oktober lalu. Di luar kemegahan gedung dan special guest star yang hadir, kita bisa mengambil hikmah dari penyelenggaraan event. Pun terlepas dari segala konflik yang sedang hangat-hangatnya terjadi antara Indonesia-Malay mulai dari sengketa lagu, hak paten barang sampai tindakan tak terpuji aparat keamanan terhadap keluarga diplomat di sana. Entah yang benar yang mana, tapi hemat saya, segeralah kita interospeksi diri kita sendiri. Mengevaluasi diri sendiri lebih bijak ketimbang harus teriak-teriak membuang energi. Jujur saja, untuk urusan event, Malaysia lebih maju dari kita. Mereka bisa sombong karena punya Sepang yang bisa menghadirkan sirkus balap bergengsi di dunia, MotoGP dan F1. Secara kita hanya jadi penonton yang notabene ikut buang-buing duit buat beli racing merchandise yang konon juga buatan Bandung atau jalan-jalan ke Petaling yang tak lebih dari Sogo Jongkok.

Simpan dulu soal itu , mari kita bicara lagi soal AIME deh!

Orang pertama yang harus kita beri selamat adalah Peter Cheng, creator acara ini. Di luar kekurangan yang dia miliki, tos bro (meminjam istilah artikel di motor plus) kepada pria yang selama event (empat hari sejak loading) konsisten mengenakan baju seragam AIME dengan warna yang sama, hitam. Entah nggak punya ganti atau dia buat dalam empat seri yang sama. Salut atas keberhasilannya melobi berbagai pihak yang terkait, mulai dari government Malaysia, exhibitor, builder asing, media asing dan produsen aftermarket lainnya untuk berpartisipasi di acara yang dihelat sebagai The Largest Motorcycle Show in Southeast Asia. Saya sendiri merasa surprise bisa ngobrol ngalor-ngidul dengan Chica, Matt Hotch, Keiji, Kenji Nagai, Russel Mitchel, Cory Ness atau dengan Chicara sekalipun mesti dibantu penerjemah. Selama ini saya dan mungkin juga Anda yag tahu, hanya bisa melihat mereka di Discovery Channel atau di majalah-majalah terbitan bule. Terlebih lagi bisa bertatap muka dengan Bred Smith, bos S&S, produsen mesin v-twin kawakan. Bagi saya pribadi sungguh sangat beruntung bisa berjumpa mereka. Tapi yang mestinya lebih beruntung adalah para builder lokal. Tidak sekadar menimba ilmu mereka soal customized, tapi juga memperlebar jaringan soal keberadaan spare parts, aksesori dan lain-lainnya. Sekali lagi, dengan segala hormat atas kekurangannya, kita angkat topi kepada Peter Cheng. Bagos Pak Cik!

Masalahnya adalah, bagaimana kita ’meniru’ mereka untuk mengadopsinya di Indonesia? Neil Blaber, orangnya AMD, penerbit majalah/buletin di industri sepeda motor, sekaligus pemilik hak atas AMD Custom Bike Building Championship, mengungkapkan, tak cukup puas atas penyelenggaraan event khususnya kualitas custom bike contest yang berafiliasi dia punya hajatan. Dengan kehadiran lima duta dari Indonesia, dia pun makin terbuka mengenai potensi dunia custom bike di negeri kita tercinta ini. The problem is, siapa orang Indonesia yang bisa bekerja seperti Peter Cheng? Itu pertanyaan dia seperti yang pernah disampaikan juga kepada brotha Isfan, jurnalis Motor Plus di sela-sela acara. Tuh, ini bukan kekurangan Peter Cheng, tapi point plus tentunya. Bukan saya bermaksud sombong, salah satu alasan Neil bicara soal Indonesia adalah kontribusi dari hasil koresponden saya dengan dia mengenai direktori bike builder di Indonesia. Sekali ini hanya bentuk rasa cinta saya terhadap dunia bikers di Tanah Air khususnya kreatifitas para buildernya. Saya bilang juga ke builder Jepang, selain lima orang builder Indonesia yang hadir sebagai competitor di kontes ini, masih banyak lagi yang saya sebut masih ‘amatir’. Namun, saya sungguh terkejut ketika mendengar kalau di Jepang, event custom bike show seperti Yokohama, Cool Breaker bisa diikuti sampai ratusan builder plus motornya. Busyet!

Lalu, apa langkah kita? Saya pikir sih jangan malu belajar dari Malaysia! Bagaimana mereka melobi pemerintah hingga menurut Iman Monochrome dari keterangan Peter Cheng, semua materi promosi luar ruang seperti gapura yang berdiri megah di jalan P.Ramlee serta spanduknya tidak dikenakan biaya. Coba saja hitung berapa titik dikali berapa perak, sudah menghemat berapa persen dari budget event. Menghadirkan menteri pemuda dan olahraga untuk membuka event juga patut ditiru sebagai bukti dukungan pemerintah terhadap industri otomotif. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita menggalang kesolidan antarbuilder, antarbengkel, pebisnis, sponsor dan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk mensukseskan sebuah acara yang sifatnya mendorong industri. O ya, tidak terlepas lagi tentunya peran media untuk membantu memublikasikan kepada khalayak ramai. Dua ulasan di Motor Plus dalam dua edisi berturut-turut dengan coverage full page mengenai AIME dan kiprah builder Indonesia adalah sebuah kontribusi besar nyata dari media terhadap industri ini.

0 komentar:

Posting Komentar