Sabtu, 15 Desember 2007

Asian International Motorcycle Expo



Pengalaman Berharga dari Malaysia

Ajakan dari H.Dadang, pemilik RS.Cito Karawang sekaligus owner dari custom bike rakitan Dodi Chrome Cycles untuk pergi ke Malaysia pada bulan puasa lalu, membuat saya girang bukan kepalang. Ya, saya sudah membayangkan berada di sebuah arena dengan puluhan custom bike, classic bike show, parade modifikasi motor bebek dan scooter serta riuh kehadiran ’colors’ dan 1% er MC.Belum lagi promosi Asian International Motorcycle Expo yang merangsang motormania untuk datang ke KLCC dengan propaganda kehadiran master builder dari mancanegara. Berangkat!!!

Dengan pede-nya, saya menyatakan diri siap berangkat, meski sudah membayangkan hanya sebentar menikmati kebersamaan suasana lebaran bersama sanak keluarga mengingat hanya selang tiga hari dari lebaran menuju keberangkatan ke Malaysia. Hanya dua hari menjelang lebaran, saya baru mendengar infomasi, kalau paspor itu masa berlakunya enam bulan sebelum habis, berarti harus mendaftar baru ke imigrasi. Untunglah, salah satu bekas nara sumber saya dulu, kini menempati jabatan strategis di direktorat jenderal Imigrasi. Dengan ketebelece beliau, hanya dua hari saya bisa menyelesaikan pembuatan paspor dengan harga yang sangat masuk akal.

16 Oktober siang, saya sudah menginjakan kaki di negeri jiran tersebut. Rasa was-was yang sempat menghantui di tengah suasana ketidakharmonisan para politikus kedua negera perlahan mulai sirna. Saya diajak untuk melihat gudang penyimpanan ekspedisi milik Larry Yap, yang juga Activities Officer HOG Malaysia Chapter sebelum akhirnya menuju Novotel tempat menginap saya yang berdekatan dengan venue. Esok harinya, gate belakang KLCC pun dibuka dan satu persatu para peserta expo mulai berdatangan. Saya kagum melihat Convention Hall KLCC yang begitu megah dan terawat dengan baik.Menengok ke depan, tower kembar lambang kejayaan Malaysia angkuh berdiri yang membuat saya iri dengan negeri sendiri.

Ducati Hypermotard dan Paul Smart yang bergaya cafe racer langsung menyita perhatian saya. Setelah itu, baru muncul truk pembawa kontestan custom bike.

Ooow, mata saya tertuju pada sosok kecil dan kurus berkacamata. Tak salah lagi, ini Chicara, bike builder Jepang yang sohor dengan karya-karya spektakuler dan artistik. Dengan dibantu translaternya, saya pun menyapa Chicara dan tak lupa foto bersama serta meminta tanda tangan. Melangkah ke dalam, saya pun mengenal pria berpenampilan necis yang khas dengan gaya rambut yang rapinya.Yup, ini Chica, builder Jepang yang lama bermukim di Amerika yang kental dengan slogan Specializing Old Style of Today-nya. Saya memperkenalkan diri, rupanya dia mengingat nama saya dari korespendensi yang saya lakukan dulu.Tapi siapa pria kalem di sampingnya yang saya suruh ambil foto kami berdua? Chica pun mengenalkan pria yang ternyata Kenji Nagai, pemilik custom bike shop Ken’s Factory Jepang. Arigato San! Kami pun terlibat pembicaraan yang hangat di sekretariat panitia ditemani Peter Cheng, komandan AIME meski raut muka Chica terlihat masih lelah setelah 20 jam terbang dari California!. Kehadiran mereka pun mengundang perhatian builder lain dari Indonesia, mulai dari Dodi, Vero, Bimo, Iman dan Lulut yang kemudian tanpa sungkan meminta foto bersama dan tanda tangan. Para ‘seleb’ itu pun menjadi santapan sorotan kamera para jurnalis yang mengenalnya.

Semakin malam, exhibitor yang datang makin ramai. Tapi kok kontestannya hanya sedikit ya? Padahal menurut informasi dari Peter Cheng via email sebelum keberangkatan ada sekitar 20 kontestan yang ikut.. Wah, bohong lo Pak Cik! Gerutu saya. Total hanya 14 motor yang dipajang, termasuk partisipasi Chicara yang menurut saya tak sepantasnya ikut kejuaraan yang hanya diikuti segelintir builder regional Asean. Tapi yang membuat saya bangga sebagai bangsa Indonesia, lima motor berpenampilan keren berbendera Indonesia dengan gagahnya mengisi ruang pamer. Dan betul, kehadiran builder Indonesia memang membawa warna tersendiri. Tidak hanya kompak dalam seragam, juga sangat aktif berkomunikasi dengan para pelaku industri di bidang ini khususnya dengan para builder. ”Kita kan berangkat bukan hanya sekadar berpartisipasi peserta custom bike contest, namun yang lebih penting adalah bagaimana memperkenalkan potensi kita ke mata orang asing. Di acara ini kita bisa bertukar pikiran, membuka link untuk kepentingan kita sebagai pelaku bisnis di bidang ini. Dari segi kualitas pun kita tidak kalah hebat dengan karya-karya mereka,” ucap Bimo Hendrawan, customizer kawakan asal Kalibata. Ya betul saja, Bred Smith, Presiden S&S, Cory Ness, penerus kerajaan Arlen Ness, serta Neil Blaber, utusan dari AMD ternyata ikut hadir. Mereka rela berlelah ria, usai mengikuti Cool Breaker Show seminggu sebelumnya di Jepang. Sebuah kesempatan langka bisa bertemu mereka serta mampu menimba pengalamannya.

Untuk penyelenggaraan event sendiri, jujur saya bilang secara kuantitas masih kalah dengan acara yang biasa digelar di Indonesia. Mereka hanya menang dengan titel international, lokasi event serta pengisi acaranya. Kalau dari exhibitor pesertanya antara lain Aprilia, Ducati, Piaggio, KTM, Polaris ATV, helm AGV, ban Pirelli, Vee Rubber, serta booth berisi penjual merchandise aksesori biker. Tidak nampak pabrikan Jepang hadir di gelaran ini. Satu lagi yang saya sesalkan adalah tidak adanya event classic bike show, scooter show dan modifikasi motor kecil, padahal di promonya mereka jelas-jelas mencantumkan itu. ” Masalahnya kita berdekatan dengan hari raya, semua pemilik motosikal dari pulang kampung. Ya ini jadi catatan kita, karena namanya juga event perdana. Saya yaki ke depannya pasti akan lebih ramai,” ucap Azlina, sales & marketing AIME.

Satu lagi, dukungan pemerintah di sana dari kementrian pemuda dan olahraga sangat besar, selain tentunya Visit Malaysia year. Saya sempat berpikir, darimana nih panitia dapat uang buat. Kita hitung saja, buat hadiah saja jelas-jelas 50,000 USD. Juara satu 25,000 USD, juara dua 10,000 USD dan juara 3 5,000 USD plus 10,000 untuk pengiriman motor juara ke AMD World Championship di Sturgis Agustus tahun depan. Belum lagi berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk tranportasi dan akomodasi para bike builder, seperti Chica, Matt Hotch, Exile, S&S, Cory Ness..Padahal, saya tidak melihat satu sponsor besar ikut menempelkan logonya di pameran. ” Ini semua dukungan pemerintah dan tentu saja saya ikut merogoh kocek sendiri,” senyum Peter Cheng,CEO AIME.

Satu lagi kelebihan mereka yakni dengan menggelar KL Bike Fest di jalanan P.Ramlee di mana deretan cafe dan bar di sana menyediakan diskon khusus untuk peserta pameran. Deretan motor pun tampak berjejer di depan cafe diselingi canda ria para bikers ditemani wanita penggoda serta sengatan alkohol. Sebuah party bikers yang asyik dinikmati. Balik lagi ke KLCC, fashion show dan (apalagi) Boy Dancer menurut saya acara yang cukup basi, mending modelnya cakep-cakep, cuma satu doang yang mendingan, itu pun dari Australia katanya. Bener nggak Lut?hehehe....

Khusus untuk custom bike contest sendiri, saya memberi catatan khusus. Di luar kontestan dari builder top serta hadiah uang melimpah, terdapat beberapa kekurangan. Saya hampir tidak menemui namanya registrasi, briefing atau lainnya. Apalagi yang namanya scrutineering atau pengecekan motor. Padahal jelas-jelas diaturannya terdapat poin yang menyatakan motor itu harus bisa hidup dan jalan. Terserah caranya bagaimana, namun rasanya untuk sekadar menghidupkan mesin saja menjadi sebuah penilaian tersendiri. Malah saya dengar ada panitia yang menyuruh orang membawa motornya untuk ikut kontes meski belum seratus persen selesai. Kesannya seperti dipaksakan untuk menambal jumlah kontestan. Mungkin mereka juga tidak harus menyetor pundi sejumlah 500 USD yang untuk ukuran kita sangat mahal. Boro-boro dapat sertifikat keikutsertaan, mengurus ID Card pun membutuhkan proses yang lama. Bukan sok menggurui, untuk event sekaliber AMD saya cukup prihatin menyaksikannya, mulai dari peserta hingga teknis kontes. Meski AMD hanya mempertandingkan kelas freestyle, tidak ada salahnya untuk memberikan apresiasi lain dalam bentuk The Viewer Choice atau Best Paint. Sekadar usulan saja, agar peserta tak kapok lagi ikut acara kontes AIME. Tapi mungkin penilaian ini salah, hanya berdasarkan pengalaman di negara kita saja yang bisa dibilang tak kalah pamor karena pernah mendatangkan juri builder luar juga dari Battistini dan Penz Custombikes. Monggo komentari untuk kebaikan kita semua...

Meski demikian, saya cukup bangga apa yang telah dicapai oleh LT dari Retro Classic Cycles asal Yogyakarta dengan merebut peringkat ketiga dengan motor Earthquake-nya . Diatasnya Thor dari Heaven’s Custom Biek Shop Thailand yang menjagolan motor bersipuh tembaga dan seperti yang sudah diprediksi Chicara Art II, runner up World AMD Championship tahun ini kembali meraih tahta terhormat. Hmm, saya kepikiran, nih orang cari duit banget!hehe...

Saya sempat berbicara dengan Chica soal penjurian ini, dia bilang kriteria yang dia pegang untuk penjurian adalah penilaian dari fabrication, assembling, engineering dan tetap unsur rideable dihitung. ” Kalau ada orang benar-benar ngotot ikut kontest dengan segala modifikasinya yang radikal namun tingkat kelayakan jalannya kurang, buat aja kelas show bike display only. Ya motornya hanya untuk show,” sindir Chica. Lebih ekstrem dia menganjurkan untuk ikut kontes harus menmpuh jarak tertentu dalam hitungan kilometer. Hehehe..dia pikir mau ikuran Biker Build Off di Discovery Channel itu.

Dari kasak-kusuk para builder dengan Peter Cheng sebagai pemegang lisensi AMD di regional Asia, tahun depan mereka merencanakan mengadakannya di Indonesia dan mempertimbangkan Bali sebagai tempatnya. Bagaimana?

0 komentar:

Posting Komentar