Jumat, 22 Mei 2009

GP Mono : 100 Juta untuk ke MotoGP



Menyambung tulisan soal GP Mono sebelumnya, menjelang seri II akhir bulan ini (30-31 Mei) dari lima seri yang dilombakan ( 1 Maret, 31 Mei, 28 Juli, 25 Oktober dan 22 November) di Sentul, saya banyak mendapat bocoran mengenai regulasi anyar Indonesia GP Mono Championship 2009. Pertanyaannya adalah, apakah pada seri kedua nanti, eforia balapan ini akan semeriah sebelumnya? Bisa ya, bisa juga tidak. Kenapa? Dari hasil bocoran tersebut panitia akan menerapkan beberapa aturan yang pada seri sebelumnya (1 Maret) belum diumumkan kepada para pembalap dan tim mengingat keterbatasan waktu hingga munculnya issue memenggal jadwal Kejurnas Motoprix seri III yang sedianya dilangsungkan di saaat yang bersamaan di Yogyakarta.

Oke, lupakan dulu soal itu, rasanya lebih penting membicarakan mengenai perkembangan GP Mono yang menurut sumber terpercaya adalah The Right Road to Moto GP. Ya, dengan adanya pembatasan mengenai emisi gas buang di MotoGP khususnya kelas GP 125, maka pihak FIM dan Dorna mulai ancang-ancang menggantinya dengan kelas 250 cc 4 tak, sedangkan kelas GP250 mulai tahun depan mulai melombakan kelas 600 cc yang mesinnya sudah diumumkan dipasok secara resmi oleh Honda.

Mari kita lihat dulu sekilas GP Mono, yang sebelumnya telah digelar di negeri asalnya motor rakitan Moriwaki Engineering Jepang dengan menggunakan basis mesin motocross 250 cc dan disandingkan dengan chassis buatanya. Moriwaki merancang chassis-nya dengan menggunakan twin spar aluminium satu paket dengan swing arm yang dirancang simetris serta meminimalisir getaran yang timbul dari dapur pacunya. Bodiparts yang lainnya pun didesain simple serta menggunakan system bracket untuk memudahkan merakitnya, sedangkan suspensinya dicomot dari Honda RS 125 berikut velg dan komponen roda serta remnya. Hubungan yang erat antara Moriwaki dan Honda mengantarkannya seolah menganakemaskan Honda dalam proses perakitan motor ini, padahal, semua jenis mesin motocross yang dikenal handal bisa diinstal di dalamnya. Sebagai gambaran, di seri GP Mono di Sugo tahun lalu, beberapa mesin di luar Honda justru jauh lebih kencang :

1 yz250 engine 131.760km 1,40,573
2 yz250 engine 131,753km 1.40,396
3 rm250 engine 131,521km 1,40,752
4 crf250 engine 131,473km 1,40,886
5 wr250 engine 130,620km 1,41,069
6 wr250 engine 130,638km 1,40,828
7 crf250 engine 129,280km 1,42,800
8 tm250 engine 129,271km 1,42,343
22 ktm250 engine 125,206km 1,46,020
25 kx250 engine 120,847km 1,48,301

Balapan ini kemudian diaplikasikan di Italia, Kanada, Spanyol dan Australia. Dan Indonesia menjadi Negara kelima yang mengadopsinya demi memasilitasi prestasi pembalap lokal yang ingin berkiprah ke jenjang balap dunia melalui jalan yang benar, begitu promosinya. Yang disasarnya tentu saja pembalap-pembalap muda di rentang usia 14-18 tahun seperti halnya konsep balapan di Negara lain. Sebanyak 30 unit GP Mono sudah mengisi pit di Sentul dengan target utama adalah menjual kepada tim-tim balap agar mereka terbuka pikirannya tidak sekadar balap bebek/underbone melulu. Harga yang ditawarkan pada waktu itu ada di rentang kira-kira Rp 130 jutaan. Mahal? ya. Unit motor masuk, badai krisis menghantam. Boro-boro untuk beli motor dan ikut balap GP Mono, mencari sponsor untuk tim bebeknya saja sudah sulit ATPM pun menghitung ulang komposisi balapan ego OMR-nya serta suntikan dana untuk tim-timnya.

Penyelenggata akhirnya memutar otak dengan mencari penawaran yang bisa meringankan beban para peserta yang berniat ikut. Akhirnya diputuskan dengan konsep sewa. Menyetor Rp 100 juta untuk lima seri. Akhirnya di seri perdana lalu ditemukan 15 starter meskipun pada kenyataanya pembalap uzur sekelas Petrus Tobun ikut turun gunung, demi menjaga gengsi ini tetap berlangsung dengan iming-iming live di TV dan dilangsungkan bersamaan seri Kejurnas Supersport. Banyak yang masih kagok, karena mereka hanya diijinkan turun pada sesi kualifikasi dengan system undian. Malah balapan nyaris batal karena penyelenggara dipusingkan dengan ketidaktersediaan ban jenis basah. Untunglah seri tersebut berjalan sukses! Salut! Pembalap tampil agresif dan mengetengahkan persaingan yang seru.

Untuk membuat seri kedua dan selanjutnya lebih meriah sekaligus kompetitif, penyelenggara konon akan menerapkan beberapa aturan baru, sepert dibolehkan membranding motornya dengan logo-logo sponsor di atas satu set fairing yang merupakan bonus bial telah melunasi pembayaran, kemudian no start pun bisa memakai sesuai no kebanggaan pembalapnya, satu set ban, membranding pit dengan biaya tambahan serta diadakannya kelas konstruktor yakni, kejuaraan tim yang memiliki lebih dari satu tim balap. Satu hal yang terlewatkan, bahwa rencananya penghitungan poin untuk mendapatkan juara yang nantinya akan dikirim ke kejuaraan GP Mono di All Japan Championship 2010 akan diambil tiga seri terbaik dari lima seri yang dilangsungkan. Ini untuk mengakomodasi peserta lain di luar peserta yang telah mengikuti seri perdana lalu. Oya, motor juga akan dibagikan pada hari Jumat menjelang QTT secara diundi dan tentu saja, semua settingan motor tidak boleh diubah kecuali suspensi.

Sayangnya, hingga menjelang waktunya, sosialisasi ini belum juga dilakukan, padahal mestinya dari sekarang hal tersebut dilakukan. Hal ini untuk menarik minta peserta lain meski issue one make race mesin tetap saja terdengar hingga membuat alergi ATPM lain. Harusnya, buang saja sikap itu demi kemajuan balap nasional, toh masing-masing tim tidak membawa nama bendera brand motor sebagai sponsornya.

Oya, hadiah utama selain perserinya diganjar uang total Rp 10,000,000,- (juara 1 Rp 5,000,000,-, juara dua Rp 3,000,000,- dan juara 3 Rp 2,000,000,-) juara umum seri ini plus satu unit sepeda motor, akan mengikuti kejuaraan di Jepang tahun depan dengan ganjaran bila masuk tiga besar akan dikirim lagi ke seri berikutnya. Bisakah kompetitif pembalap kita di sana?mengingat mereka hanya ikut lima seri dengan total race bila termasuk dengan Free practice dan QTT adalah 15 kali.
Mungkin semestinya untuk seluruh peserta diberikan pelatihan secara bersama di antara jeda balap untuk membuat mereka terbiasa balap dengan menjepit tanki, mengingat mayoritas pembalap kita terbiasa dengan motor bebek.

Semoga saja akan muncul pembalap kita yang nggak Cuma jago di balapan kwek kwek saja!


2 komentar:

Fachrulx2 mengatakan...

Mas... apa gp mono gak bisa kredit untuk ngikut kejurnas..!!!

Arif Syahbani mengatakan...

hai mas fachrul,
maaf baru buka...

tahun depan katanya kalo th ini sukses, baru bisa dibuat kejurnas..itu kan keputusan PP IMI..
mudah-an aja, program ini sukses, karena udh jelas sekarang jenjang ke depannya ya MotoGP GP250 4 stroke...

Posting Komentar