Generasi superbike pertama Suzuki. Unggul pada sistem pengereman tromol depan yang besar dan nyaman dipakai touring. Perhatikan bagian pelumasan dan kondisi bushing swing arm.
Suzuki mengawali debutnya meluncurkan model motor besar melalui GT 750 pada tahun 1971 dengan kode J. Dengan mengusung mesin tiga silinder berkapasitas 750 cc, 2-tak, model ini juga dibekali dengan sistem pendingin air, dan ini merupakan satu hal yang baru. Karena itu, di beberapa negara aplikasi perangkat ini mempunyai sebutan khusus, di Australia dinamakan ‘water bottle’, di Amerika disebut ‘water buffalo’ dan di Inggris dipanggil ‘kettles’. Sebelumnya, Suzuki telah meluncurkan motor ber-cc besar, Titan 500 cc, mengandalkan mesin 2-tak yang dirancang untuk touring.
Salah satu keunggulan GT 750 terletak pada tromol roda depan berdiameter besar, 8” dengan empat sepatu remnya. Selanjutnya, sistem tromol ini dikembangkan menjadi disc brake pada model berikutnya. Karena mengadopsi mesin ber-cc besar, tentulah frame pun harus mengakomodir kemampuannya, hal itu juga karena bodi motor akan lebih lebar akibat mesin yang menjajar tiga. Untuk itulah modelnya menggunakan double duplex cradle, selain lebih kekar dan stabil juga dirancang ringan agar memudahkan penunggangnya terutama dalam bermanuver. GT 750 mempunyai handling yang bagus untuk dipakai touring atau pemakaian harian, tapi jangan sekali-kali diajak menempuh jalan kasar bergelombang, karena akan terasa limbung.
Sebelum mencapai angka 3000 rpm, getaran mesinnya akan terasa kasar, namun getaran yang smooth akan didapatkan ketika jarum rpm berada pada kisaran 3000-5500 rpm. Output tenaganya telah disesuaikan dengan kebutuhan perjalanan jauh dan lebih unggul di torsi. Konsumsi bahan bakarnya setiap satu liter bisa menempuh jarak 12 km sampai dengan 16 km, dan prediksi paling boros mencapai 9 km. Jadi dengan kapasitas tangki 20 liter sanggup menempuh jarak 240 sampai 320 km. Yang terlihat unik, knalpot yang keluar dari mesin tiga silinder ini berjumlah empat buah.
Mendukung pengendaraan lebih akomodatif, desain jok dibuat lebih besar hingga ketika membonceng pun masih tetap nyaman. Untuk pembonceng pun telah disediakan behel atau grab-rail sebagai pegangannya. Struktur panel instrument pun tergolong ergonomis pada periode tersebut karena mudah untuk memantau kecepatan, jarak tempuh, tekanan temperature, indicator bensin dan putaran rpm.
Bagi penggemar motor klasik usia 21- 28 tahun, GT 750 bisa menjadi alternatif untuk dijadikan pilihan. Sosoknya sudah mendekati style modern dengan performa yang bisa diandalkan untuk utilitas pemakaian, harian dan touring. Harganya pun tidak terlalu mahal, untuk kondisi mulus dan orisinal ditaksir mencapai 20 jutaan. Bila berniat memilikinya, jangan lupa untuk memperhatikan bagian sistem pelumasan oli samping dan saluran radiator. Sedangkan bagian bodi, pengecekan bisa dimulai dari bushing swing arm, rantai dan kondisi fork serta shockbreaker belakang. Sayang, di Indonesia, menurut Bobby, pemerhati motor klasik di Bekasi, suku cadang GT 750 sangat susah dicari ketimbang motor-motor Jepang lainnya terutama karena mesin 2-taknya.
dipublikasikan untuk MotoRiders
Read More...
Mercedes-AMG G 63, Mobil Penumpang Favorit Pengunjung GIIAS 2019
5 tahun yang lalu