Sabtu, 15 Desember 2007

Jakarta Championship of Custom Bike Building & Helmet Airbrush Competition

Ikuti dan saksikan!
Gelaran akbar Bikers di penghujung tahun 2007!
Minggu, 30 Desember 2007, Plaza Barat Istora Senayan Jakarta

Jakarta Championship of Custom Bike Building
Custom Bike Contest berhadiah total Rp 20 juta!
Kelas yang dilombakan : FreAKstyle & Stock Modified H-D
klik gambar berikut untuk keterangan lomba

Jangan lewatkan pula Helmet Airbrush Competition (terbatas u/ 10 Airbrusher)

Informasi & pendaftaran : 021 32381623 atau email : mr.bike17@yahoo.com



Read More...

Mengapa Malaysia Maju?































Masih seputar penyelenggaraan AIME – Asian Championship of Custom Bike Building di KLCC, Malaysia, 18-21 Oktober lalu. Di luar kemegahan gedung dan special guest star yang hadir, kita bisa mengambil hikmah dari penyelenggaraan event. Pun terlepas dari segala konflik yang sedang hangat-hangatnya terjadi antara Indonesia-Malay mulai dari sengketa lagu, hak paten barang sampai tindakan tak terpuji aparat keamanan terhadap keluarga diplomat di sana. Entah yang benar yang mana, tapi hemat saya, segeralah kita interospeksi diri kita sendiri. Mengevaluasi diri sendiri lebih bijak ketimbang harus teriak-teriak membuang energi. Jujur saja, untuk urusan event, Malaysia lebih maju dari kita. Mereka bisa sombong karena punya Sepang yang bisa menghadirkan sirkus balap bergengsi di dunia, MotoGP dan F1. Secara kita hanya jadi penonton yang notabene ikut buang-buing duit buat beli racing merchandise yang konon juga buatan Bandung atau jalan-jalan ke Petaling yang tak lebih dari Sogo Jongkok.

Simpan dulu soal itu , mari kita bicara lagi soal AIME deh!

Orang pertama yang harus kita beri selamat adalah Peter Cheng, creator acara ini. Di luar kekurangan yang dia miliki, tos bro (meminjam istilah artikel di motor plus) kepada pria yang selama event (empat hari sejak loading) konsisten mengenakan baju seragam AIME dengan warna yang sama, hitam. Entah nggak punya ganti atau dia buat dalam empat seri yang sama. Salut atas keberhasilannya melobi berbagai pihak yang terkait, mulai dari government Malaysia, exhibitor, builder asing, media asing dan produsen aftermarket lainnya untuk berpartisipasi di acara yang dihelat sebagai The Largest Motorcycle Show in Southeast Asia. Saya sendiri merasa surprise bisa ngobrol ngalor-ngidul dengan Chica, Matt Hotch, Keiji, Kenji Nagai, Russel Mitchel, Cory Ness atau dengan Chicara sekalipun mesti dibantu penerjemah. Selama ini saya dan mungkin juga Anda yag tahu, hanya bisa melihat mereka di Discovery Channel atau di majalah-majalah terbitan bule. Terlebih lagi bisa bertatap muka dengan Bred Smith, bos S&S, produsen mesin v-twin kawakan. Bagi saya pribadi sungguh sangat beruntung bisa berjumpa mereka. Tapi yang mestinya lebih beruntung adalah para builder lokal. Tidak sekadar menimba ilmu mereka soal customized, tapi juga memperlebar jaringan soal keberadaan spare parts, aksesori dan lain-lainnya. Sekali lagi, dengan segala hormat atas kekurangannya, kita angkat topi kepada Peter Cheng. Bagos Pak Cik!

Masalahnya adalah, bagaimana kita ’meniru’ mereka untuk mengadopsinya di Indonesia? Neil Blaber, orangnya AMD, penerbit majalah/buletin di industri sepeda motor, sekaligus pemilik hak atas AMD Custom Bike Building Championship, mengungkapkan, tak cukup puas atas penyelenggaraan event khususnya kualitas custom bike contest yang berafiliasi dia punya hajatan. Dengan kehadiran lima duta dari Indonesia, dia pun makin terbuka mengenai potensi dunia custom bike di negeri kita tercinta ini. The problem is, siapa orang Indonesia yang bisa bekerja seperti Peter Cheng? Itu pertanyaan dia seperti yang pernah disampaikan juga kepada brotha Isfan, jurnalis Motor Plus di sela-sela acara. Tuh, ini bukan kekurangan Peter Cheng, tapi point plus tentunya. Bukan saya bermaksud sombong, salah satu alasan Neil bicara soal Indonesia adalah kontribusi dari hasil koresponden saya dengan dia mengenai direktori bike builder di Indonesia. Sekali ini hanya bentuk rasa cinta saya terhadap dunia bikers di Tanah Air khususnya kreatifitas para buildernya. Saya bilang juga ke builder Jepang, selain lima orang builder Indonesia yang hadir sebagai competitor di kontes ini, masih banyak lagi yang saya sebut masih ‘amatir’. Namun, saya sungguh terkejut ketika mendengar kalau di Jepang, event custom bike show seperti Yokohama, Cool Breaker bisa diikuti sampai ratusan builder plus motornya. Busyet!

Lalu, apa langkah kita? Saya pikir sih jangan malu belajar dari Malaysia! Bagaimana mereka melobi pemerintah hingga menurut Iman Monochrome dari keterangan Peter Cheng, semua materi promosi luar ruang seperti gapura yang berdiri megah di jalan P.Ramlee serta spanduknya tidak dikenakan biaya. Coba saja hitung berapa titik dikali berapa perak, sudah menghemat berapa persen dari budget event. Menghadirkan menteri pemuda dan olahraga untuk membuka event juga patut ditiru sebagai bukti dukungan pemerintah terhadap industri otomotif. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana kita menggalang kesolidan antarbuilder, antarbengkel, pebisnis, sponsor dan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah untuk mensukseskan sebuah acara yang sifatnya mendorong industri. O ya, tidak terlepas lagi tentunya peran media untuk membantu memublikasikan kepada khalayak ramai. Dua ulasan di Motor Plus dalam dua edisi berturut-turut dengan coverage full page mengenai AIME dan kiprah builder Indonesia adalah sebuah kontribusi besar nyata dari media terhadap industri ini.

Read More...

AIME pics










Read More...

Asian International Motorcycle Expo



Pengalaman Berharga dari Malaysia

Ajakan dari H.Dadang, pemilik RS.Cito Karawang sekaligus owner dari custom bike rakitan Dodi Chrome Cycles untuk pergi ke Malaysia pada bulan puasa lalu, membuat saya girang bukan kepalang. Ya, saya sudah membayangkan berada di sebuah arena dengan puluhan custom bike, classic bike show, parade modifikasi motor bebek dan scooter serta riuh kehadiran ’colors’ dan 1% er MC.Belum lagi promosi Asian International Motorcycle Expo yang merangsang motormania untuk datang ke KLCC dengan propaganda kehadiran master builder dari mancanegara. Berangkat!!!

Dengan pede-nya, saya menyatakan diri siap berangkat, meski sudah membayangkan hanya sebentar menikmati kebersamaan suasana lebaran bersama sanak keluarga mengingat hanya selang tiga hari dari lebaran menuju keberangkatan ke Malaysia. Hanya dua hari menjelang lebaran, saya baru mendengar infomasi, kalau paspor itu masa berlakunya enam bulan sebelum habis, berarti harus mendaftar baru ke imigrasi. Untunglah, salah satu bekas nara sumber saya dulu, kini menempati jabatan strategis di direktorat jenderal Imigrasi. Dengan ketebelece beliau, hanya dua hari saya bisa menyelesaikan pembuatan paspor dengan harga yang sangat masuk akal.

16 Oktober siang, saya sudah menginjakan kaki di negeri jiran tersebut. Rasa was-was yang sempat menghantui di tengah suasana ketidakharmonisan para politikus kedua negera perlahan mulai sirna. Saya diajak untuk melihat gudang penyimpanan ekspedisi milik Larry Yap, yang juga Activities Officer HOG Malaysia Chapter sebelum akhirnya menuju Novotel tempat menginap saya yang berdekatan dengan venue. Esok harinya, gate belakang KLCC pun dibuka dan satu persatu para peserta expo mulai berdatangan. Saya kagum melihat Convention Hall KLCC yang begitu megah dan terawat dengan baik.Menengok ke depan, tower kembar lambang kejayaan Malaysia angkuh berdiri yang membuat saya iri dengan negeri sendiri.

Ducati Hypermotard dan Paul Smart yang bergaya cafe racer langsung menyita perhatian saya. Setelah itu, baru muncul truk pembawa kontestan custom bike.

Ooow, mata saya tertuju pada sosok kecil dan kurus berkacamata. Tak salah lagi, ini Chicara, bike builder Jepang yang sohor dengan karya-karya spektakuler dan artistik. Dengan dibantu translaternya, saya pun menyapa Chicara dan tak lupa foto bersama serta meminta tanda tangan. Melangkah ke dalam, saya pun mengenal pria berpenampilan necis yang khas dengan gaya rambut yang rapinya.Yup, ini Chica, builder Jepang yang lama bermukim di Amerika yang kental dengan slogan Specializing Old Style of Today-nya. Saya memperkenalkan diri, rupanya dia mengingat nama saya dari korespendensi yang saya lakukan dulu.Tapi siapa pria kalem di sampingnya yang saya suruh ambil foto kami berdua? Chica pun mengenalkan pria yang ternyata Kenji Nagai, pemilik custom bike shop Ken’s Factory Jepang. Arigato San! Kami pun terlibat pembicaraan yang hangat di sekretariat panitia ditemani Peter Cheng, komandan AIME meski raut muka Chica terlihat masih lelah setelah 20 jam terbang dari California!. Kehadiran mereka pun mengundang perhatian builder lain dari Indonesia, mulai dari Dodi, Vero, Bimo, Iman dan Lulut yang kemudian tanpa sungkan meminta foto bersama dan tanda tangan. Para ‘seleb’ itu pun menjadi santapan sorotan kamera para jurnalis yang mengenalnya.

Semakin malam, exhibitor yang datang makin ramai. Tapi kok kontestannya hanya sedikit ya? Padahal menurut informasi dari Peter Cheng via email sebelum keberangkatan ada sekitar 20 kontestan yang ikut.. Wah, bohong lo Pak Cik! Gerutu saya. Total hanya 14 motor yang dipajang, termasuk partisipasi Chicara yang menurut saya tak sepantasnya ikut kejuaraan yang hanya diikuti segelintir builder regional Asean. Tapi yang membuat saya bangga sebagai bangsa Indonesia, lima motor berpenampilan keren berbendera Indonesia dengan gagahnya mengisi ruang pamer. Dan betul, kehadiran builder Indonesia memang membawa warna tersendiri. Tidak hanya kompak dalam seragam, juga sangat aktif berkomunikasi dengan para pelaku industri di bidang ini khususnya dengan para builder. ”Kita kan berangkat bukan hanya sekadar berpartisipasi peserta custom bike contest, namun yang lebih penting adalah bagaimana memperkenalkan potensi kita ke mata orang asing. Di acara ini kita bisa bertukar pikiran, membuka link untuk kepentingan kita sebagai pelaku bisnis di bidang ini. Dari segi kualitas pun kita tidak kalah hebat dengan karya-karya mereka,” ucap Bimo Hendrawan, customizer kawakan asal Kalibata. Ya betul saja, Bred Smith, Presiden S&S, Cory Ness, penerus kerajaan Arlen Ness, serta Neil Blaber, utusan dari AMD ternyata ikut hadir. Mereka rela berlelah ria, usai mengikuti Cool Breaker Show seminggu sebelumnya di Jepang. Sebuah kesempatan langka bisa bertemu mereka serta mampu menimba pengalamannya.

Untuk penyelenggaraan event sendiri, jujur saya bilang secara kuantitas masih kalah dengan acara yang biasa digelar di Indonesia. Mereka hanya menang dengan titel international, lokasi event serta pengisi acaranya. Kalau dari exhibitor pesertanya antara lain Aprilia, Ducati, Piaggio, KTM, Polaris ATV, helm AGV, ban Pirelli, Vee Rubber, serta booth berisi penjual merchandise aksesori biker. Tidak nampak pabrikan Jepang hadir di gelaran ini. Satu lagi yang saya sesalkan adalah tidak adanya event classic bike show, scooter show dan modifikasi motor kecil, padahal di promonya mereka jelas-jelas mencantumkan itu. ” Masalahnya kita berdekatan dengan hari raya, semua pemilik motosikal dari pulang kampung. Ya ini jadi catatan kita, karena namanya juga event perdana. Saya yaki ke depannya pasti akan lebih ramai,” ucap Azlina, sales & marketing AIME.

Satu lagi, dukungan pemerintah di sana dari kementrian pemuda dan olahraga sangat besar, selain tentunya Visit Malaysia year. Saya sempat berpikir, darimana nih panitia dapat uang buat. Kita hitung saja, buat hadiah saja jelas-jelas 50,000 USD. Juara satu 25,000 USD, juara dua 10,000 USD dan juara 3 5,000 USD plus 10,000 untuk pengiriman motor juara ke AMD World Championship di Sturgis Agustus tahun depan. Belum lagi berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk tranportasi dan akomodasi para bike builder, seperti Chica, Matt Hotch, Exile, S&S, Cory Ness..Padahal, saya tidak melihat satu sponsor besar ikut menempelkan logonya di pameran. ” Ini semua dukungan pemerintah dan tentu saja saya ikut merogoh kocek sendiri,” senyum Peter Cheng,CEO AIME.

Satu lagi kelebihan mereka yakni dengan menggelar KL Bike Fest di jalanan P.Ramlee di mana deretan cafe dan bar di sana menyediakan diskon khusus untuk peserta pameran. Deretan motor pun tampak berjejer di depan cafe diselingi canda ria para bikers ditemani wanita penggoda serta sengatan alkohol. Sebuah party bikers yang asyik dinikmati. Balik lagi ke KLCC, fashion show dan (apalagi) Boy Dancer menurut saya acara yang cukup basi, mending modelnya cakep-cakep, cuma satu doang yang mendingan, itu pun dari Australia katanya. Bener nggak Lut?hehehe....

Khusus untuk custom bike contest sendiri, saya memberi catatan khusus. Di luar kontestan dari builder top serta hadiah uang melimpah, terdapat beberapa kekurangan. Saya hampir tidak menemui namanya registrasi, briefing atau lainnya. Apalagi yang namanya scrutineering atau pengecekan motor. Padahal jelas-jelas diaturannya terdapat poin yang menyatakan motor itu harus bisa hidup dan jalan. Terserah caranya bagaimana, namun rasanya untuk sekadar menghidupkan mesin saja menjadi sebuah penilaian tersendiri. Malah saya dengar ada panitia yang menyuruh orang membawa motornya untuk ikut kontes meski belum seratus persen selesai. Kesannya seperti dipaksakan untuk menambal jumlah kontestan. Mungkin mereka juga tidak harus menyetor pundi sejumlah 500 USD yang untuk ukuran kita sangat mahal. Boro-boro dapat sertifikat keikutsertaan, mengurus ID Card pun membutuhkan proses yang lama. Bukan sok menggurui, untuk event sekaliber AMD saya cukup prihatin menyaksikannya, mulai dari peserta hingga teknis kontes. Meski AMD hanya mempertandingkan kelas freestyle, tidak ada salahnya untuk memberikan apresiasi lain dalam bentuk The Viewer Choice atau Best Paint. Sekadar usulan saja, agar peserta tak kapok lagi ikut acara kontes AIME. Tapi mungkin penilaian ini salah, hanya berdasarkan pengalaman di negara kita saja yang bisa dibilang tak kalah pamor karena pernah mendatangkan juri builder luar juga dari Battistini dan Penz Custombikes. Monggo komentari untuk kebaikan kita semua...

Meski demikian, saya cukup bangga apa yang telah dicapai oleh LT dari Retro Classic Cycles asal Yogyakarta dengan merebut peringkat ketiga dengan motor Earthquake-nya . Diatasnya Thor dari Heaven’s Custom Biek Shop Thailand yang menjagolan motor bersipuh tembaga dan seperti yang sudah diprediksi Chicara Art II, runner up World AMD Championship tahun ini kembali meraih tahta terhormat. Hmm, saya kepikiran, nih orang cari duit banget!hehe...

Saya sempat berbicara dengan Chica soal penjurian ini, dia bilang kriteria yang dia pegang untuk penjurian adalah penilaian dari fabrication, assembling, engineering dan tetap unsur rideable dihitung. ” Kalau ada orang benar-benar ngotot ikut kontest dengan segala modifikasinya yang radikal namun tingkat kelayakan jalannya kurang, buat aja kelas show bike display only. Ya motornya hanya untuk show,” sindir Chica. Lebih ekstrem dia menganjurkan untuk ikut kontes harus menmpuh jarak tertentu dalam hitungan kilometer. Hehehe..dia pikir mau ikuran Biker Build Off di Discovery Channel itu.

Dari kasak-kusuk para builder dengan Peter Cheng sebagai pemegang lisensi AMD di regional Asia, tahun depan mereka merencanakan mengadakannya di Indonesia dan mempertimbangkan Bali sebagai tempatnya. Bagaimana? Read More...

safety care!

Saatnya Menyelamatkan Nyawa dengan Helm

Lagi-lagi soal safety riding di Indonesia, namun yang satu ini levelnya lebih tinggi karena yang punya hajat adalah Global Road Safety Partnership (GRSP) sebuah lembaga yang concern dengan masalah road safety di bawah naungan badan dunia PBB, WHO. Fokusnya pun ke masalah helm.Ya, tanggal 5-6 November lalu di Four Seasons Hotel, digelar workshop dengan tajuk GRSP-MOT Helmet Action Plan Workshop bekerjasama dengan Departemen Perhubungan. Pesertanya pun beraneka ragam latar belakang dari mulai Departemen Keuangan, Akademisi, Sekretariat Negera, ATPM hingga komunitas bikers. Sedangkan pembicaranya terbilang kawakan di antaranya, Robert Klein (Direktur Regional Program Asia , GRSP International), Prof Ir Dr Radin Umar (Dirjen Malaysia Institute of Road Safety Research), Ray Shuey,SSS (Polisi Senior Australia) dengan moderator bro Giri Suseno, ketua GRSP Indonesia. Satu hal yang unik dan menurut saya sebuah terobosan baru Giri Suseno adalah ditiadakannya MC untuk memandu keseluruhan acara. Meski sudah berumur, Giri Suseno masih gesit dengan suara lantang untuk menjadi moderator seluruh acara. Sayangnya, acara yang sangat penting ini hanya cukup dibuka seorang menteri. Kecelakaan di jalan raya, jumlahnya lebih besar ketimbang korban perang Vietnam atau kecelakaan pesawat sekalipun. Korban sia-sia di jalan seolah menjadi hal yang lumrah mengisi laporan kepolisian atau departemen perhubungan. Entah kemana penguasa negeri ini, padahal dari keterangan salah satu staff secretariat negara, undangan telah sampai ke istana.

Banyak hal yang menjadi pembahasan di acara ini. tentu saja Indonesia adalah juaranya untuk soal kecelakaan di jalan di antara negera-negara lainnya. Robert Klein mengungkapkan beberapa karakteristik dari pengguna sepeda motor yakni, pengguna jalan yang rentan, memiliki indikator peningkatan ekonomi drastis, produksi sepeda motor yang terus mennigkat, tidak stabil, kekuatan dan berat kendaraan dengan rasio yang rendah, perawatan khusus untuik ban dan rem, peka kondisi jalan, dirancang untuk dua penumpang, membutuhkan peranti keselamatan. Sedangkan menurut Jusman Syafil Djamal, Menteri Perhubungan, ditambahkan dengan sosok anak muda, hi-speed dan agresif.

Tampaknya panitia ingin menunjukan bahwa pengetahuan soal road safety harus dimulai sejak dini, karena itu sebagai pembuka operet anak-anak yang menceritakan masalah lalu lintas khususnya penggunaan helm dengan sosok Zeta, sebagai pemandunya, mengawali rangkaian acara ini. Saya jujur sempat menitikkan air mata ketika para bocah tersebut membawakan ceritanya. Rasanya, mereka yang tidak berdosa namun terkena dampak dari kesemrawutan di jalan itu.

Sesuai dengan judulnya, helm menjadi topik utama. Kepala Lab Transp UI, Ibu Ir Ellen Tangkudung memaparkan hasil penelitiannya di tiga kota yakni Jakarta, Depok dan Sragen, di mana secara umum (90% lebih) pengguna sepeda motor di Indonesia sudah mengenakan helm.Namun sedikit sekali pembonceng yang memakainya. Kemudian, dari hasil penelitian juga terungkap apa yang menjadi alasan mereka mengenakan helm mulai dari anjuran keluarga, pelindung rambut, ikut-ikutan, supaya tidak ditilang dan keselamatan. Ternyata keselamatan menjadi alasan mereka. Sedangkan alasan tidak menggunakan helm dengan prosentasi di atas 50% adalah karena jaraknya dekat, selain susah dan ribet, ukuran, merusak rambut,tidak wajib dan tidak ada polisi. Selain itu masih ada criteria dalam memilih helm yakni yang memperhatikan kualitas sebanyak 37%, kemudian harga 29%, model 19%, sisanya pengaruh warna, merek dan kenyamanan.

Ya, alasan jarak dekat seringkali melupakan kita untuk mengenakan helm. Misalnya beli rokok di warung atau saat membawa galon air minum. Padahal justru gara-gara sepele inilah yang di luar dugaan kita menjadi sumber kecelakaan. Yang sangat menarik, negeri yang kerapkali kita kontra dengan kebijakannya, Malaysia, justru menjadi contoh keberhasilan dalam menangani malasah kecelakaan di jalan raya. Selain mereka memiki program pengumpulan dana road safety dengan menyisihkan 4RM dari setiap penjualan barang baru, Malaysia pun mempunyai konsep penataan masalah jalan raya dengan pola yang terstruktur mulai dari pengendara, asuransi, regulasi dan kordinasi antarinstansi. Ambil contoh penerapan lajur khusus sepeda motor.

Masalah intinya tentu saja mengenai helm yang dikupas oleh Sujaswin FHS, Ketua Lembaga Sertifikasi Produk B4T mengenai sertifikasi helm, kemudian proses pengujian helm oleh Adi Prabowo, Kepala Lab. Barang Teknik B4T dan desain helm oleh Thomas Lim, GM Manufactur Operation DMI. Secara umum, helm terbagi atas tiga jenis yakni open face, half face ( cetok) dan full face Dari pemaparan tersebut terungkap bahwa kita sudah memiliki standarisasi helm yang tertuang dalam SNI 1811-2007 yang berlaku sejak Oktober lalu namun pemberlakukannya pun amsih bersifat sukarela. Telat memang, di mana sudah puluhan ribu orang meninggal akibat kecelakaan sepeda motor di jalan baru kita menerapkan masalah helm. Soal ini pun wakil dari Dirlantas Mabes Polri yang diwakili oleh Bapak Loekito sempat menyindirnya di mana mereka tidak memiliki panduan yang baku dalam hal penegakan hukum mengenai helm antara SII dan SNI serta instansi mana yang berhak mengeluarkannya, Departemen Perindustrian atau Departemen Perhubungan. Dari hasil penelitian SNI tersebut masih memiliki kekurangan yakni perlu adanya penyesuaian dengan kondisi Indonesia serta melihat kemampuan daya beli masyarakat. Dalam kaitannya, perlu pengawasan mengenai implementasi SNI tersebut serta kajian riset tentang perilaku sosial dan tingkat ekonomi masyarakat.

Presentasi diakhiri oleh Sena Indrapermana Soerono, Ahli pengembangan transportasi dan edukasi publik yang menyoroti tentang disiplin pengguna jalan, pendidikan berlalu lintas, tingkat kelaikan armada, rambu dan fasilitas keselamatan di jalan serta payung hukum.

Dari hasil diskusi enam kelompok yang mengkaji berbagai masalah di antaranya edukasi publik, peraturan dan penegakan hukum, pengembangan standar helm, keterlibatan masyarakat melalui pemerinrah daerah dan keterlibatan masyarakat melalui sektor swasta, dirumuskan beberapa poin penting. Misalnya naungan event yang berhubungan dengan safety riding akan dipayungi oleh GRSP, kemudian perlu dibentuknya organisasi secara nasional dan memiliki cabang di daerah, penempelan sticker glow in the dark di helm, pendidikan sejak dini mulai dari Play Group, TK, SD hingga dibuat kurikulum dan pengaktifan kembali patroli keamanan sekolah, dibentuknya badan khusus yang menangani masalah transportasi, pemberian helm oleh ATPM sebanyak dua buah, aturan penggunaan helm untuk anak-anak, serta partisipasi dari sektor swasta.

Kemudian pada sesi diskusi hari kedua dibahas mengenai sumber dana yang , management dan kordinasi, capacity building melalui pendidikan, trauma management dan pengawasan, sekolah/pelatihan driving license. Sumber dana antara lain bisa digali dari sektor swasta yang bersinggungan langsung dengan kendaraan, seperti produsen spare parts, oil company, kemudian mencontoh di Thailand yang menyisihkan dananya dari penjualan nomor canik, perpanjangan STNK . Kemudian menyoroti soal management koordinasi dilakukan melalui riset helm dari sisi teknik dan biaya dengan koordinasi oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Perhubungan, Departmen Kesehatan dan Departemen Keuangan. Hal ini meliputi pengkategorian utilitas helm seperti untuk penggunaan dalam kota dan luar kota, kualitas helm , penentuan SNI wajib dan peraturan menteri tentang pengesahannya. Dari sisi publikasi melibatkan Departemen Komunikasi dan Informasi serta edukasi oleh Departmen Pendidikan Nasional. Sedangkan penerapan hukumnya di bawah pengawasan Polri dan Departmen Perhubungan. Kemudian untuk capacity building butuh dorongan pemerintah dalam hal ini mulai dari presiden dan menteri dalam mensosialisasikan pemakaian helm ini. Satu hal yang mengemuka adalah wacana peran swasta dalam pemberian driving license disertai dengan program pelatihan berkendara yang komprehensif. Yang lainnya adalah dibutuhkannya pengetahuan mengenai pertolongan ketika terjadi kecelakaan dan informasi akurat mengenai nomor telelpon penting yang bisa dihubungi saat darurat.

Seperti apa kelanjutan dari action plan ini? Kita lihat saja hasil rumusan ini nantinya akan diserahkan kepada pemerintah. Saya pribadi menyarankan proyek ini dapat diterapkan secara menyeluruh pada saat angkutan lebaran nanti, tentunya setelah melewati fase sosialisasi yang diharapkan bisa secepatnya terealisasi hingga kampanye safety riding khususnya penggunaan helm yang benar dapat segera diterapkan. Terlalu lama? mungkin saja, hal ini masalah waktu saja dan tergantung kebijakan pemerintah dalam merespons kesemrawutan di jalan raya ini.

Yang penting safety riding harus tertanam dari diri kita sendiri dan menganggapnya sebagai investasi hidup.

Ride Safely, Enjoy Ride!

Read More...